Sriwijaya Air melakukan penerbangan perdananya pada 10 November 2003. Saat itu, maskapai ini melayani empat rute penerbangan, yang tediri dari Jakarta – Jambi, Jakarta – Palembang, Jakarta – Pangkal Pinang, dan Jakarta – Pontianak. Selanjutnya, maskapai ini menambah rute penerbangannya secara bertahap, terutama untuk memperluas cakupan domestiknya. Hingga saat ini, Sriwijaya Air beroperasi menggunakan pesawat Boeing, sebuah produsen pesawat terbang yang berdiri pada 1917. Chandra Lie, Hendry Lie, Johannes Bunjamin, dan Andy Halim merupakan empat tokoh pendiri Sriwijaya Air. Adapun sebagai sebuah perseroan terbatas, pendirian Sriwijaya Air juga didukung oleh beberapa tokoh ahli, seperti Supardi, Capt. Kusnadi, Capt. Adil W, Capt. Harwick L, Gabriella, Suwarsono, dan Joko Widodo. Pendirian Sriwijaya Air diawali oleh Chandra Lie, yang kini memegang posisi presiden direktur Sriwijaya Air. Pria kelahiran Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung, ini telah merantau ke Jakarta sejak duduk di bangku SMA, dan mengawali kiprahnya di dunia usaha dalam bisnis garmen. Merasakan kendala yang besar dalam hal transportasi setiap kali ingin pulang ke kampung halamannya, Chandra pun melihat peluang besar pada bisnis penerbangan. Setelah membekali dirinya dengan ilmu dan berbagai hal yang diperlukan untuk memulai bisnis ini, Chandra pun mulai mengajukan izin untuk mendirikan PT Sriwijaya Air. Dengan bantuan modal dari saudaranya, pengusaha Hendry Lie, Chandra Lie berhasil mendirikan Sriwijaya Air yang beroperasi sejak awal 2003 dengan pesawat Boeing 737-200. Dalam manajemen Sriwijaya Air, Hendry Lie menempati posisi dewan komisaris bersama para pendiri lainnya, seperti Johannes Bunjamin dan Andy Halim. Dewan ini bertugas untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada direktur perusahaan dalam menjalankan perusahaan yang dipimpinnya. Di bawah pimpinan Chandra Lie, Sriwijaya Air terus mengalami kemajuan. Selama 12 tahun beroperasi, Sriwijaya Air tidak pernah mengalami hantaman berarti yang membuat maskapai ini bermasalah. Chandra Lie berhasil membawa Sriwijaya Air untuk bersaing dan menempati jajaran peringkat atas di ranah penerbangan Indonesia. Kesuksesan ini membuatnya dianugerahi Entrepreneurial Spirit Award dari Ernst & Young Indonesia. Seiring dengan semakin besarnya bisnis Sriwijaya Air, maskapai ini pun membentuk beberapa perusahaan yang tergabung dalam Sriwijaya Air Group. Seluruh perusahaan di bawah Sriwijaya Air Group mengusung nama atau singkatan NAM, yang diambil dari nama Lo Kui Nam, ayah Chandra Lie, Hendry Lie, dan Andy Halim selaku pendiri Sriwijaya Air. Berikut adalah beberapa anak perusahaan Sriwijaya Air:
- NAM Air NAM Air merupakan maskapai pengumpan Sriwijaya Air. Armada NAM Air terdiri dari Boeing 737-500 dengan kapasitas 120 penumpang. Konfigurasi tempat duduk ini dibagi ke dalam dua kelas, yaitu delapan kursi untuk kelas bisnis dan 112 kursi untuk kelas ekonomi. - National Aviation Management National Aviation Management adalah sebuah perseroan terbatas yang membawahi sekolah penerbangan National Aviation Management (NAM Flying School). Sekolah ini dibangun atas prakarsa Chandra Lie, Hendry Lie, dan Fandy Lingga. Dengan bantuan Capt. Soenaryo Yosopratomo sebagai tenaga ahli, perseroan terbatas ini pun dapat diresmikan dan mulai beroperasi pada 12 Juni 2008. NAM Flying School berlokasi di Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung. - National Aircrew Management Meski telah menguasai berbagai teori penerbangan, lulusan NAM Flying School tidak lantas bisa langsung menjadi pilot. Diperlukan jam terbang serta kematangan mental untuk bisa menjadi pilot penerbangan komersial. Untuk itu, lulusan NAM Flying School dianjurkan untuk menempuh pendidikan lanjutan di National Aircrew Management (NAM) Training School di Jakarta. Pada umumnya, lulusan NAM Flying School akan mendapatkan lisensi pilot pelajar (Student Pilot License/SPL). Namun untuk menjadi seorang pilot komersial, mereka perlu memiliki lisensi lanjutan seperti lisensi pilot pribadi (Private Pilot License/PPL), lisensi pilot komersial (Commercial Pilot License/CPL), lisensi instrument rating (IR), lisensi multi-engine rating (MER), lisensi pilot transportasi pesawat (Aircraft Transport Pilot License/ATPL), hingga lisensi penerbang type rate (type rating). Lisensi-lisensi tersebut dapat diperoleh dengan menempuh pendidikan lanjutan di National Aircrew Management. - National Aircraft Maintenance National Aircraft Maintenance menangani perawatan minor pesawat-pesawat Sriwijaya Air. Perawatan minor meliputi pemeriksaan pasca-transit, pemeriksaan sebelum keberangkatan, pemeriksaan harian, serta pemeriksaan mingguan. Perawatan minor dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 24 jam. Adapun untuk perawatan mayor serta perbaikan yang memerlukan waktu lebih dari 24 jam, Sriwijaya Air menggunakan jasa GMF Aero Asia yang berbasis di Jakarta. Sriwijaya Air juga menggunakan jasa Airod Sdn Bhd di Kuala Lumpur, Malaysia, sebagai alternatif tempat perawatan mayor armadanya. - Negeri Aksara Mandiri Negeri Aksara Mandiri merupakan anak perusahaan Sriwijaya Air yang bergerak di bidang penerbitan. Lokasi kantornya berada di daerah Gunung Sahari, Jakarta Utara, berdekatan dengan berbagai perusahaan penerbitan dan pemasaran media lainnya. Majalah pesawat SRIWIJAYA merupakan salah satu produk PT Negeri Aksara Mandiri yang didistribusikan di pesawat Sriwijaya Air dan NAM Air. Majalah ini menjadi salah satu fasilitas yang menemani perjalanan para penumpang kedua maskapai ini. Meskipun menonjolkan keunggulan sebagai maskapai penerbangan domestik, Sriwijaya Air juga menawarkan penerbangan rute internasional. Berikut adalah beberapa rute internasional yang ditawarkan Sriwijaya Air: - Malaysia Tingginya minat masyarakat untuk mengunjungi Malaysia mendorong Sriwijaya Air membuka rute penerbangan Indonesia – Malaysia. Sriwijaya Air telah membuka rute penerbangan Medan – Penang sejak 2008, serta Terrain – Trengganu dan Medan – Ipoh sejak 2014. - Republik Rakyat Cina (RRC) Sriwijaya Air memiliki setidaknya 15 rute penerbangan dari Indonesia ke Cina, bahkan masih berencana untuk menambah lagi rute penerbangan ke RRC. Hal ini menjadikan Sriwijaya Air sebagai maskapai dengan jumlah penerbangan tertinggi ke RRC. - Singapura Keberhasilan Sriwijaya Air untuk membuka jalur penerbangan ke Singapura cukup layak untuk diapresiasi. Izin untuk membuka jalur penerbangan di Singapura dapat dikatakan cukup sulit, terutama untuk maskapai penerbangan domestik seperti Sriwijaya Air. - Timor-Leste Dalam rangka menjalin hubungan diplomatik yang lebih baik dan untuk turut membantu perekonomian Timor-Leste, Sriwijaya Air membuka rute penerbangan dari Jakarta ke Dili, dengan transit di Denpasar. Pembukaan rute ini merupakan tindak lanjut atas kesepakatan antara Indonesia dan Timor-Leste pada 2010 untuk menyediakan sarana transportasi udara untuk menghubungkan kedua negara ini. Sriwijaya Air juga berencana untuk membuka rute baru ke wilayah timur Indonesia, terutama menuju Papua. Hal ini sejalan dengan program pemerintah Indonesia untuk membangun perekonomian di kawasan Indonesia Timur. Sriwijaya Air juga bertekad untuk melayani penerbangan umrah ke Arab Saudi. Karena itu, maskapai ini telah mendatangkan pesawat berbadan lebar yang dapat mengangkut jemaah haji/umrah. Sejak penerbangan perdananya pada 2003, Sriwijaya Air telah meraih berbagai prestasi. Prestasi tersebut di antaranya adalah Aviation Customer Partnership Award dari Pertamina pada 2007, Indonesia Most Favorite Netizen Brand pada 2011, Indonesia Service to Care Award pada 2012, dan Basic Aviation Risk Standard pada 2015. Sriwijaya Air juga menerbitkan buku panduan penerbangan dalam huruf Braille untuk membantu penumpangnya yang memiliki gangguan penglihatan. Buku ini berisi berbagai petunjuk keselamatan penerbangan, termasuk instruksi penggunaan pelampung, fasilitas di pesawat, prosedur evakuasi, serta berbagai informasi yang biasanya disampaikan awak kabin saat akan lepas landas. Inovasi ini pun diapresiasi oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai buku petunjuk penerbangan pertama di Indonesia — bahkan di dunia — yang diterbitkan untuk penyandang tunanetra.